Cerita
ini ditulis bukan seperti umumnya cerita, yang mengkisahkan perjalanan
seseorang ketika berlibur keluar kota, atau bahkan luar negeri. Ini sebuah
cerita yang mengkisahkan tentang tersesatnya seorang anak rantauan di kota baru
nya, Jogjakarta.
Oke,
cerita ini berawal ketika aku memulai hidup baru ku dengan status baru,
MAHASISWA!
Tepatnya
satu tahun lalu, ketika status ku masih MABA alias Mahasiswa Baru. Benar-benar
masih terngiang dalam benakku bagaimana hal itu bisa terjadi. Awalnya, ketika
memutuskan untuk berkuliah dimana, aku tak mau terlalu ambil pusing, aku tau
karna pada akhirnya keputusan orang tua ku lah yang harus ku jalani. Mau tak
mau.
Karna status ku sebagai anak bungsu dalam keluarga, mengharuskan ku berkuliah plus tinggal di sebuah asrama yang sama dengan kakak perempuan ku. “Supaya ada yang menjaga dan mengontrol,” begitulah kurang lebih ujar Ibu ku tersayang. Terbiasa dimanja tak membuatku ingin menjadi adik yang merepotkan sang kakak, ketika berada di perantauan. Atau lebih tepatnya, tak ingin menjadi benalu dalam kehidupannya. Aku benar-benar bertekad untuk menjadi adik yang mandiri dan tak merepotkan.
Karna status ku sebagai anak bungsu dalam keluarga, mengharuskan ku berkuliah plus tinggal di sebuah asrama yang sama dengan kakak perempuan ku. “Supaya ada yang menjaga dan mengontrol,” begitulah kurang lebih ujar Ibu ku tersayang. Terbiasa dimanja tak membuatku ingin menjadi adik yang merepotkan sang kakak, ketika berada di perantauan. Atau lebih tepatnya, tak ingin menjadi benalu dalam kehidupannya. Aku benar-benar bertekad untuk menjadi adik yang mandiri dan tak merepotkan.
Dengan
bermodal nekat dan sepeda ontel, pada suatu pagi yang cerah aku bersepeda
menyusuri jalanan Jogjakarta. Maksud hati, agar setidaknya aku hafal jalanan
menuju kampus dari asrama, serta tempat-tempat umum yang pasti sering ku
kunjungi, seperti Minimarket, konter pulsa, serta pasar tradisonal.
Entah
karna cuaca pagi itu yang benar-benar asyik untuk bersepeda, atau karna aku
yang sudah lama meninggalkan rutinitas tersebut sehingga tanpa sadar, kaki ini
terus mengayuh tanpa tau arah. Ketika akhirnya tersadar bahwa aku telah
tersesat jauh, ku coba untuk tetap tenang sambil terus mengayuh, mencoba
mengingat-ingat jalan pulang.
Benar-benar
tersesat! Tanpa terasa sudah 3 kali melewati jalan yang sama dan aku tak
kunjung menemukan gang menuju asrama ku. Aku bertahan untuk tidak
memberitahukan kakak, mencoba mepertahankan prinsip untuk menjadi adik yang
mandiri. Akhirnya, ketika melewati kampus
ku untuk yang kesekian kalinya, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak,
sambil terus mengingat-ingat jalan pulang.
Rasa
lelah benar-benar membuat ku kesal dan berpikir untuk memberitahukan kakak, pun
rasa dahaga yang tak bisa ku tahan lagi, benar-benar membuatku ingin
mengingkari prinsip ku.
Ketika
melihat gerobak penjual minuman, tanpa sadar tangan ini merogoh-rogoh saku
celana, mencoba mencari lembaran uang. Benar-benar seperti tersambar petir di
siang bolong, jangankan selembar uang, sekeping uang koin pun taka da, dan yang
membuatku lebih terkejut lagi adalah, bahwa aku juga lupa membawa serta
handphone ku!
Sia-sia sudah usaha ku untuk bertahan
tidak memberitahukan kakak. Bagaimanalah aku mau memberi tahu, handphone saja
aku lupa membawanya. Dengan mengucap bismilah walaupun sambil menggerutu,
kembali ku kayuh sepeda ku, berusaha mengingat jalan pulang.
Percuma, aku masih berputar-putar di
jalan yang sama untuk yang kesekian kalinya. Dan memutuskan untuk kembali
beristirahat di kampus. Lagi-lagi dengan bermodal nekat, aku mencoba meminjam
handphone entah milik siapa, seorang perempuan berkerudung yang duduk disebelah
ku.
Karna tak ingat nomor kakak ku,
akhirnya nomor ibu ku lah yang ku hubungi, mengetik sms mengatakan bahwa
sekarang aku berada di kampus, dan lupa arah jalan menuju asrama. Setelah
mengucapkan terima kasih padanya, tiba-tiba aku seperti mendapatkan ilham,
secercah cahaya memenuhi kepala ku. Dan membuat ku yakin untuk kembali mengayuh
sepeda ku.
Tak beberapa lama kemudian, ilham
tadi benar-benar membantu ku. Akhirnya, hanya tinggal beberapa ratus meter lagi
aku tiba di asrama ku. Ketika akhirnya aku benar-benar sampai di asrama, aku
segera berlari menuju kamar kakak. Persis seperti dugaan ku, ia tak berada di
kamarnya.
Sambil rebahan di atas kasur aku
menunggu kedatangan kakak. Selang beberapa menit kemudian kakak datang. Aku
sudah menyiapkan berbagai macam alibi jika aku dimarahi, ternyata aku salah,
ternyata ia hanya mengucapkan “Kamu nggak pa-pa?” dengan nada khawatir
sekaligus lega.
Sambil meringis aku mengangguk, “maaf
Kak,” hanya itu yang bisa kukatakan padanya. Ia mengangguk tersenyum.
Astaghfirullah, ternyata aku keliru,
maksud hati ingin menjadi adik yang mandiri, ternyata pagi-pagi buta sudah
membuat kakak serta keluarga di rumah khawatir karna ulah ku.
Sejak saat itu aku berjanji, aku
tidak akan melakukan perbuatan sekonyol itu lagi.
0 komentar:
Posting Komentar