Rabu, 05 November 2014

Lost In Jogjakarta

Diposting oleh salmasara.blogspot.com di 07.35
Cerita ini ditulis bukan seperti umumnya cerita, yang mengkisahkan perjalanan seseorang ketika berlibur keluar kota, atau bahkan luar negeri. Ini sebuah cerita yang mengkisahkan tentang tersesatnya seorang anak rantauan di kota baru nya, Jogjakarta.
Oke, cerita ini berawal ketika aku memulai hidup baru ku dengan status baru, MAHASISWA!
Tepatnya satu tahun lalu, ketika status ku masih MABA alias Mahasiswa Baru. Benar-benar masih terngiang dalam benakku bagaimana hal itu bisa terjadi. Awalnya, ketika memutuskan untuk berkuliah dimana, aku tak mau terlalu ambil pusing, aku tau karna pada akhirnya keputusan orang tua ku lah yang harus ku jalani. Mau tak mau.

Karna status ku sebagai anak bungsu dalam keluarga, mengharuskan ku berkuliah plus tinggal di sebuah asrama yang sama dengan kakak perempuan ku. “Supaya ada yang menjaga dan mengontrol,” begitulah kurang lebih ujar Ibu ku tersayang. Terbiasa dimanja tak membuatku ingin menjadi adik yang merepotkan sang kakak, ketika berada di perantauan. Atau lebih tepatnya, tak ingin menjadi benalu dalam kehidupannya. Aku  benar-benar bertekad untuk menjadi adik yang mandiri dan tak merepotkan.
Dengan bermodal nekat dan sepeda ontel, pada suatu pagi yang cerah aku bersepeda menyusuri jalanan Jogjakarta. Maksud hati, agar setidaknya aku hafal jalanan menuju kampus dari asrama, serta tempat-tempat umum yang pasti sering ku kunjungi, seperti Minimarket, konter pulsa, serta pasar tradisonal.
Entah karna cuaca pagi itu yang benar-benar asyik untuk bersepeda, atau karna aku yang sudah lama meninggalkan rutinitas tersebut sehingga tanpa sadar, kaki ini terus mengayuh tanpa tau arah. Ketika akhirnya tersadar bahwa aku telah tersesat jauh, ku coba untuk tetap tenang sambil terus mengayuh, mencoba mengingat-ingat jalan pulang.
Benar-benar tersesat! Tanpa terasa sudah 3 kali melewati jalan yang sama dan aku tak kunjung menemukan gang menuju asrama ku. Aku bertahan untuk tidak memberitahukan kakak, mencoba mepertahankan prinsip untuk menjadi adik yang mandiri.  Akhirnya, ketika melewati kampus ku untuk yang kesekian kalinya, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak, sambil terus mengingat-ingat jalan pulang.
Rasa lelah benar-benar membuat ku kesal dan berpikir untuk memberitahukan kakak, pun rasa dahaga yang tak bisa ku tahan lagi, benar-benar membuatku ingin mengingkari prinsip ku.
Ketika melihat gerobak penjual minuman, tanpa sadar tangan ini merogoh-rogoh saku celana, mencoba mencari lembaran uang. Benar-benar seperti tersambar petir di siang bolong, jangankan selembar uang, sekeping uang koin pun taka da, dan yang membuatku lebih terkejut lagi adalah, bahwa aku juga lupa membawa serta handphone ku!
Sia-sia sudah usaha ku untuk bertahan tidak memberitahukan kakak. Bagaimanalah aku mau memberi tahu, handphone saja aku lupa membawanya. Dengan mengucap bismilah walaupun sambil menggerutu, kembali ku kayuh sepeda ku, berusaha mengingat jalan pulang.
Percuma, aku masih berputar-putar di jalan yang sama untuk yang kesekian kalinya. Dan memutuskan untuk kembali beristirahat di kampus. Lagi-lagi dengan bermodal nekat, aku mencoba meminjam handphone entah milik siapa, seorang perempuan berkerudung yang duduk disebelah ku.
Karna tak ingat nomor kakak ku, akhirnya nomor ibu ku lah yang ku hubungi, mengetik sms mengatakan bahwa sekarang aku berada di kampus, dan lupa arah jalan menuju asrama. Setelah mengucapkan terima kasih padanya, tiba-tiba aku seperti mendapatkan ilham, secercah cahaya memenuhi kepala ku. Dan membuat ku yakin untuk kembali mengayuh sepeda ku.
Tak beberapa lama kemudian, ilham tadi benar-benar membantu ku. Akhirnya, hanya tinggal beberapa ratus meter lagi aku tiba di asrama ku. Ketika akhirnya aku benar-benar sampai di asrama, aku segera berlari menuju kamar kakak. Persis seperti dugaan ku, ia tak berada di kamarnya.
Sambil rebahan di atas kasur aku menunggu kedatangan kakak. Selang beberapa menit kemudian kakak datang. Aku sudah menyiapkan berbagai macam alibi jika aku dimarahi, ternyata aku salah, ternyata ia hanya mengucapkan “Kamu nggak pa-pa?” dengan nada khawatir sekaligus lega.
Sambil meringis aku mengangguk, “maaf Kak,” hanya itu yang bisa kukatakan padanya. Ia mengangguk tersenyum.
Astaghfirullah, ternyata aku keliru, maksud hati ingin menjadi adik yang mandiri, ternyata pagi-pagi buta sudah membuat kakak serta keluarga di rumah khawatir karna ulah ku.
Sejak saat itu aku berjanji, aku tidak akan melakukan perbuatan sekonyol itu lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Girl's Diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea