Jumat, 19 Desember 2014

Tragedi 21 November 2014 `part 1

Diposting oleh salmasara.blogspot.com di 06.16
"Kok bisa kartu ATM sampai dibuang ke tong sampah?" ada nada khawatir sekaligus kesal yang bisa kutangkap dari nada suara Ibu di seberang sana.
"Kebuang bu, bukan dibuang. Ya...namanya juga khilaf, kecelakaan, nggak sengaja lagi."
"Kamu kan sudah Ibu kasih kartu ATM kenapa masih pakai punya mba? Jadinya kan repot kalau kayak begini, yang hilang kartu mba tapi yang bikin hilang kamu."
Aku tak menjawab, membiarkan Ibu mengeluarkan uneg2nya sampai puas. Repot bagaimana? Yang harus aku dan kakak ku lakukan hanyalah segera pergi ke kantor bank pusat dan segera mengurusnya. "Maaf bu..." akhirnya hanya itu yang bisa aku katakan.
"Ya sudah, yang penting segera diurus, masih ada simpanan uang to selain di ATM?" Aku mengangguk-angguk walau ku tahu Ibu tak mungkin bisa melihatnya.
***

Yah~ beginilah nasib seorang teledor, barang sepenting ponsel saja bisa hilang, apalagi setipis kartu ATM walau keduanya sama-sama penting. Sebenarnya sudah sejak 5 hari yang lalu aku menyadarinya, namun karna kesibukan dan segudang aktifitas lainnya membuat ku lupa untuk mencarinya lagi dengan intensitas yang tinggi. Akhirnya, setelah benar-benar sadar bahwa aku telah kehilangan kartu ATM ku *sebenarnya milik kakak* aku benar-benar mengobrak-abrik seluruh kamarku. Percuma, aku tak bisa menemukannya.
Dan, tadaa~ jadilah sekarang aku dan kakak ku disini, di Kantor Polisi. Mengurus surat keterangan kehilangan barang sebagai bukti yang harus ku tunjukkan kepada petugas bank.
"Nanti, begitu sampai di bank kamu segera menuju meja customer service dan bilang ingin mengurus kehilangan kartu ATM. Jangan lupa menyerahkan buku rekening, KTP dan surat kehilangannya. Ingat, bank nya di Jalan Brigjend Katamso, utara Jogja Tronik. Tak masalah bukan jika kamu mengurusnya sendiri?" Kakak menasihati ku panjang-lebar. Karna ada jam kuliah, ia tak bisa menemaniku ke bank pusat.
Aku mengangguk. Walau sebenarnya ada sedikit kekhawatiran dalam hati kecilku. Sebagai anak bungsu, terbiasa segalanya diurus oleh anggota keluarga yang lain membuat ku takut tak bisa menyelesaikan masalah yang telah ku perbuat.
"Sekarang masih jam setengah dua, kamu masih punya waktu sampai jam tiga sampai bank tutup." Kakak masih memandang arloji coklatnya, dan melanjutkan gumamannya yang terdengar tak begitu jelas.
Sambil menghela nafas dan mengucap bismillah aku mencoba memantapkan hatiku.
"Hati-hati di jalan, tak perlu mengebut. Yang penting selamat." Rupanya ia masih tak percaya padaku. Aku mengangguk lagi disertai senyuman yang ku anggap sebagai jaminan bahwa aku bisa.
***
Setiap berapa menit sekali aku mencoba melihat arloji coklat yang melingkar manis di pergelangan tangan kiriku. Mencoba berlomba dengan waktu agar aku tak terlambat. Kembali ku tekan gas motor ku hingga mencapai kecepatan 60km/jam. Akhirnya, dari kejauhan aku bisa melihat gedung bank yang berdiri kokoh di seberang jalan. Setelah benar-benar berada tepat di seberang gedung bank, aku berhenti sejenak. Menunggu kesempatan untuk menyebrang. 
Namun entah apa yang ku pikirkan. Sepertinya diluar kesadaran aku menekan kuat-kuat gas motor tanpa benar-benar memperhatikan jalanan. Akhirnya, suara klakson mobil yang ditekan secara menekan dan panjanglah yang menyadarkanku. Sadar bahwa hanya beberapa senti lagi maut menjemput, dengan kekuatan ekstra aku menekan gas motor menuju gedung bank. Berusaha menghindari moncong mobil. Namun sayang seribu kali sayang, tanpa memperkirakan sedikit pun ada motor yang sedang melaju kencang tepat disisi mobil. 
Dan~ Tak bisa dihindari akhirnya motor kita pun bertabrakan. Masing-masing kita terpental beberapa meter dari motor. Seorang pria *pengendara si motor yang barusan kutabrak*, entahlah, aku tak begitu memperhatikan kisaran usianya mencoba membangunkan motornya. Benar-benar terkejut dan dengan mata terbelalak aku memandangnya *tentu saja motornya, bukan si pengendara!* Beberapa bagian dari motornya terlepas! Entahlah, aku tak begitu mengerti nama bagian-bagian tersebut. Bahkan setirnya pun sampai bengkok tak terkendali!
Beberapa orang menghampiri dan mencoba membantu. Memapah dia, aku dan motor kita untuk menepi di pinggir jalan agar tak menghalangi lalu lintas jalan raya.
Dengan langkah gemetar, campuran antara rasa sakit, malu dan takut aku menghampirinya. Tak ada yang kulakukan. Terpesona sekaligus terkejut atas perbuatan yang baru saja kulakukan. Aku hanya menontonnya yang sedang mencoba memperbaiki dan memasang kembali bagian-bagian motornya yang terlepas.
"Maaf," tanpa benar-benar menyadari apa yang kukatakan, kata-kata itu meluncur begitu saja. Dengan bibir gemetar aku mengakatakannya.
Mungkin karna suaraku yang terlalu lirih untuk sampai ke telinganya, atau mungkin karna ramainya suara lalu lintas, dan bahkan mungkin bisa jadi karna ia kesal denganku hingga ia tak memberi respon apa-apa atas permintaan maaf ku. Ia masih sibuk memperbaiki motornya walau kita *kau, aku dan beberapa orang disekitar kita* sama-sama tahu bahwa itu percuma. Mau tak mau dia harus membawa motornya ke bengkel.
Ku gigit kencang-kencang bibir bagian bawah, mencoba menghilangkan perasaan tak nyaman yang menganggu. Mungkin karna perasaan bersalah yang terpeta dengan jelas diwajahku membuat bapak-bapak berbicara, mencoba menengahi permasalahannya.
"Gini aja wes mbak, mbak nya to yang salah? Mbak kan yang nabrak mas nya? Gimana kalo mbak nya ganti rugi ke masnya? Saya saranin sih mending ngga usah dibawa ke kantor polisi, nanti urusannya jadi panjang, mending damai plus ganti rugi dari mbaknya."
Aku meringis, ini dia yang ku khawatirkan. "Tapi maaf pak, saya lagi tidak pengang uang banyak, saya baru dapat musibah kehilangan kartu ATM makanya saya tidak pegang uang. Ini juga saya baru mau mengurus kehilangannya."
Untuk pertama kalinya ia mengalihkan perhatiannya dari motornya. Mungkin mencerna maksud kalimat ku. Tiba-tiba ia menatap ku tepat di manik mata, mencoba mencari kebenaran dari ucapan ku. Dengan ketenangan yang luar biasa aku balas menatapnya tepat di manik mata.
Ia melihat gedung bank yang berdiri kokoh tepat didepannya, lantas ganti memandangku. "Lebih baik mba mengurus kartu ATM terlebih dahulu. Sebentar lagi bank nya akan tutup."
Benar-benar di luar dugaan! Dengan mengucapkan terima kasih berulang kali sekaligus sedikit membungkukan badan, ku lakukan sebagai bukti perasaan bersalah ku.
Setengah berlari aku memasuki bank. Menghampiri pak satpam yang berjaga. "Kalau mau mengurus kartu ATM yang hilang disini melayani kan bapak?"
"Maaf adik, bukan disini. Tak jauh dari sini ada satu lagi bank yang lebih besar dan bisa mengurus kehilangan kartu ATM."
Apa?! Bukan disini?!
Pak satpam buru-buru melanjutkan, "Adik tahu Jogja Tronik? Tak jauh dari sana letak bank nya."
Ternyata bukan disini, ternyata ada dua jenis bank yang letaknya lumayan berdekatan. Dengan langkah gontai aku berjalan meninggalkan bank.
"Bagaimana mas? Saya belum bisa mendapatkan kartu ATM saya." Otomatis saya tidak bisa memberikan ganti rugi salam damai karna hanya selembar kertas berwarna biru yang sekarang mendiami si jerapah toska. Dan sayangnya untuk kalimat terakhir hanya hatiku yang mendengarnya.
"Mba baik-baik saja?"
Eh? Lagi-lagi di luar dugaan ia malah menanyakan kondisi ku. Aku mengangguk. Enggan untuk bertanya tentang kondisinya. 
Masih berfikir tentang bagaimana aku bisa membantunya, tiba-tiba ia sudah kembali mengatakan sesuatu. "Saya setuju dengan saran si bapak tadi tentang tak usah membawa masalah ini ke polisi." ia mengeluarkan ponselnya. "Boleh saya meminta nomor mba? Sepertinya untuk biaya kerusakannya membutuhkan biaya yang tak sedikit." sedikit tersipu dia mengatakannya. Mungkin sebenarnya ia pun enggan untuk mengatakannya, tapi benar-benar membutuhkan bantuan biaya dariku.
"Oh, iya iya silahkan. 081...." segera saja aku menyebutkan nomor ponsel ku. Bodoh! Mengapa tak sempat terpikir oleh ku? "Kalau ada apa-apa mas sms aja ke nomor saya, nanti kalau ATM saya sudah kembali saya akan mentransfer uangnya. Maaf lho ya mas?" Dia tersenyum mengangguk. 
Akhirnya aku melanjutkan perjalanan ku menuju bank pusat.
***
To be continoud...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Girl's Diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea